Skema reaktor nuklir dengan teknologi pebble bed reactor (PBR) yang dikembangkan China.
KOMPAS.com — Krisis nuklir di Jepang belum benar-benar tuntas. Namun, seolah tak peduli dengan bencana yang terjadi, China tetap optimistis mengembangkan teknologi nuklir. New York Times baru-baru ini melaporkan, China tengah mengembangkan reaktor dengan desain yang radikal dan diklaim lebih aman dibanding jenis lainnya.
Reaktor yang tengah dikembangkan adalah Pebbled-Bed Reactor (PBR) yang merupakan reaktor generasi keempat. Berbeda dengan reaktor umumnya yang menggunakan batang bahan bakar yang masing-masing memiliki 400 pound (sekitar 200 kg) uranium, reaktor yang dikembangkan China tersebut akan menggunakan bahan bakar yang hanya seukuran bola biliar atau diumpamakan sebesar kerikil, karenanya disebut pebbel-bed.
Bagian luar bahan bakar itu memiliki lapisan pelindung berbahan grafit. Lapisan pelindung tersebut berfungsi untuk memastikan bahwa ketika reaktor harus padam karena kondisi darurat, misalnya akibat gempa, reaksi dalam reaktor akan berhenti dengan sendirinya dan tak akan memicu pelelehan atau meltdown.
Inovasi lainnya adalah pada sistem pendingin. Reaktor PBR memilih menggunakan gas hidrogen noneksplosif daripada menggunakan air seperti reaktor tipe BWR Fukushima Daiichi di Jepang. Di samping itu, reaktor yang dikembangkan China dirancang untuk mampu mendistribusikan panas, bahkan jika material pendinginnya tak ada.
Beberapa negara seperti Jerman, Afrika Selatan, dan AS sebenarnya telah mengembangkan reaktor jenis ini. Jerman, misalnya, telah mengembangkan sejak tahun 1960-an. Namun, Jerman akhirnya meninggalkan setelah adanya masalah pebble jammed yang memacu terlepasnya material radioaktif, terjadi hanya 9 hari setelah tragedi Chernobyl.
Merespon rencana China, ilmuwan memiliki pendapat yang berbeda. Pakar nuklir Natural Resources Defense Council Thomas B Cochran mengatakan, "Secara keseluruhan, dalam hal desain, reaktor itu akan lebih aman dengan catatan bahwa keamanan reaktor nuklir bukan hanya tentang fungsi desain, tetapi penanganan reaktor tersebut."
Berkaitan dengan komentar Cochran, para eksekutif yang mengawasi konstruksi pembangunan reaktor baru China mengatakan bahwa para insinyur telah dilatih untuk melakukan pengawasan secara ekstensif memakai sistem yang telah terkomputerisasi. Menggunakan simulator pada reaktor tes yang telah beroperasi selama 10 tahun, dikatakan tak ada kecelakaan.
Sementara itu, pakar nuklir dari Greenpeace International masih mempertanyakan keamanan PBR. Menurutnya, melapisi bahan bakar uranium dengan grafit akan meningkatkan volume limbah radioaktif yang nantinya membutuhkan pembuangan. Meskipun demikian diakui bahwa radioaktivitas limbah per ton lebih rendah dibandingkan bahan bakar yang berbentuk batang.
Bahan bakar berbentuk bola tidak memerlukan penyimpanan khusus. Untuk tahap awal pembuangan, China akan menyimpan bahan bakar di dalam bangunan reaktor. Setelah radioaktivitas lebih rendah, bahan bakar akan disimpan area sekitar reaktor.
Setidaknya, ada satu sebab yang membuat China begitu optimis mengembangkan reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir akan mengikis ketergantungan pada bahan bakar fosil. Spesialis studi China dari International Energy Agency Jonathan Sinton mengatakan, "Nuklir adalah satu-satunya yang bisa menyediakan kualitas dan skala listrik yang sama dalam jangka menengah dan panjang."
Perusahaan listrik milik negara China Huaneng Group kini akan membuktikan efektifitas nuklir dengan membangun 2 PBR di dekat wilayah Laut Kuning. Masing-masing dikatakan mampu memenuhi kebutuhan kota berpenduduk 75.000-100.000 orang. Reaktor tersebut diharapkan mampu beroperasi dalam jangka waktu 4 tahun mendatang.
Saat ini, bangunan dasar reaktor telah dibangun di tengah lokasi terpencil, di wilayah bernama Shidao. Kota terdekat dari wilayah pembangunan reaktor tersebut adalah Rongcheng yang memiliki penduduk 1 juta. Peraturan pemerintah China menyebutkan bahwa reaktor mesti dibangun pada jarak 30 mil dari kota terdekat.
Asal tahu, persetujuan pembangunan reaktor nuklir China dalam waktu 5 tahun ke depan disetujui hanya 3 hari setelah tsunami mengakibatkan krisis nuklir di Jepang. Secara kebetulan, persetujuan final pengembangan reaktor PBR kabinet China dan biro energi nasional China juga terjadi 2 minggu sebelum gempa.
Badan keselamatan nuklir China telah melakukan rapat setelah tragedi gempa dan tsunami Jepang serta mengkaji rencana dan persiapan lokasi proyek nuklir Shidao. Xu Yuanhui, tokoh pengembangan reaktor PBR China dan wakil presiden kontraktor pembangunan reaktor ini, mengatakan, "Kesimpulannya jelas bahwa semuanya telah siap untuk memulai menuang cor-coran."
Yuanhui mengatakan bahwa China telah belajar dari kesalahan Jerman dalam mengembangkan PBR, berupaya mencegah pebble jammed, dan meneruskan pembangunan reaktor. Pemerintah China berkomitmen membiayai seluruh riset dan pengembangan reaktor ini dan akan menanggung 30 persen biaya konstruksi.
Sumber : http://sains.kompas.com/read/2011/03/31/21050513/Reaktor.Nuklir.Radikal.ala.China